🗻 Manusia Dan Kebutuhan Doktrin Agama

Melakukanhubungan dengan berbagai cara seperti dengan mengadakan upacara ritual, pemujaan, pengabdian dan do'a. Adanya suatu ajaran (doktrin) yang harus dijalankan oleh setiap penganutnya. - Manshur, Faiz, Manusia dan Kebutuhan Agama, Oktober 2006 - Zada, Khamami, Orientasi Studi Islam di Indonesia, www.geogle.com 27
0% found this document useful 0 votes2K views6 pagesOriginal Titlemanusia dan kebutuhan doktrin agamaCopyright© Attribution Non-Commercial BY-NCAvailable FormatsPPT, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes2K views6 pagesManusia Dan Kebutuhan Doktrin AgamaOriginal Titlemanusia dan kebutuhan doktrin agamaJump to Page You are on page 1of 6 You're Reading a Free Preview Pages 4 to 5 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
Manusiadalam pandangan sains dipisahkan dari spesies hewan yang lain dikarenakan perbedaan-perbedaan fisiknya. Struktur rangka yang menjadikan manusia dapat berjalan dengan dua kaki (bipedal) adalah salah satu ciri manusia. Selain itu, volume otak yang menunjukkan kecerdasan juga menjadi pembeda manusia dengan hewan lain. MAKALAH MANUSIA DAN KEBUTUHAN DOKTRIN AGAMA Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Metodologi Studi Islam MSI Dosen Pengampu Aliyandi A. Lumbu, Disusun Oleh Aisyah Azzahra 1803012003 Lilian Dona Putri Bunga 1803011003 FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI IAIN METRO KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayahnya kelompok kami dapat menyelesaikan tugas ini. Tak lupa pula kami ucapkan salam dan shalawat kepada nabi Muhammad SAW, karena beliaulah yang telah menghantarkan kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang penuh berkah. Makalah kami susun untuk memenuhi tugas kelompok Metodologi Studi Islam dan diharapkan pembaca dapat memahami dan memperluas ilmu tentang “Manusia dan Kebutuhan Doktrin Agama” yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai dari itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah makalah ini bermanfaat bagi makalah ini memiliki kelebihan dan penyusun mohon saran dan kritiknya yang bersifat kasih. Wassalamua’laikum Wr. Wb Metro, 14 Oktober 2018 Penulis DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i KATA PENGANTAR....................................................................................... ii DAFTAR ISI...................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah............................................................................... 1 C. Tujuan Penulisan................................................................................. 1 BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Agama................................................................................... 2 B. Agama dan Perkembangannya........................................................... 3 C. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama .............................................. 4 D. Fungsi Agama dalam Kehidupan....................................................... 6 E. Rasa Ingin Tahu Manusia................................................................... 7 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan......................................................................................... 8 B. Saran................................................................................................... 8 DAFTAR PUSTAKA BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seperti makhluk-makhluk lainnya, manusia adalah ciptaan mempunyai dua fungsi yaitu individu dan fungsinya sebagai makhluk individu, manusia mempunyai hak untuk memenuhi kebutuhan pribadinya, misalnya pendidikan, kesehatan, kebahagiaan dan sebagainya, sedangkan secara social manusia memerankan fungsinya sebagai makhluk sosial yang hidup dan berinteraksi dengan masyarakat. Petunju-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, Alquran dan hadist, tampak amat ideal dan agung. Islam mengajarkan kehidupan dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis,berorientasi pada kualitas, kemitraan, mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan sikap-sikap positif lainnya. B. Rumusan Masalah 1. Apa Definisi Agama ? 2. Bagaimana Agama dan Perkembangannya? 3. Bagaimana Kebutuhan Manusia Terhadap Agama ? 4. Apa Fungsi Agama Dalam Kehidupan ? 5. Apa Rasa Ingin Tahu Manusia ? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui Definisi Agama 2. Untuk mengetahui Agama dan Perkembangannya 3. Untuk mengetahui Kebutuhan Manusia Terhadap Agama 4. Untuk mengetahui Fungsi Agama Dalam Kehidupan 5. Untuk mengetahui Rasa Ingin Tahu Manusia BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Agama Agama dalam bahasa Arab berarti “Addin” yang artinya kepatuhan, kekuasaan, atau secara etimologis juga berasal dari bahasa Sanskerta dari gabungan “a” yang artinya tidak dan “gama” artinya kacau, jadi agama artinya tidak kacau. Maksudnya orang yang memeluk agama dan mengamalkan ajaran-ajarannya dengan sungguh, hidupnya tidak akan mengalami kekacauan. Agama juga merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, “religion” atau religi yang artinya kepercayaan dan penyembahan Tuhan. Secara terminologi menurut sebagian orang, agama merupakan sebuah fenomena yang sulit Smith mengatakan, "Tidak berlebihan jika kita katakan bahwa hingga saat ini belum ada definisi agama yang benar dan dapat diterima".Meski demikian, para cendekiawan besar dunia memiliki definisi, atau yang lebih tepatnya kita sebut dengan kesimpulan mereka tentang fenomena agama. Agama adalah sistem yang menyatu mengenai berbagai kepercayaan dan peribadatan yang berkaitan dengan benda-benda sakral, yakni katakanlah, benda-benda yang terpisah dan terlarang kepercayaan-kepercayaan dan peribadatan-peribadatan yang komunitas moral yang disebut gereja. Langkah lebih lanjut yang menimpang dari pendefinisian agama hanya dengan mengacu kepercayaan-kepercayaan diambil oleh para sarjana yang secara eksplisit memilih definisi fungsional.[1] Dilihat dari aspek duniawinya, atau lebih tepat dalam kehidupan masyarakat, agama merupakan sumber nilai dan kekuatan mobilisasi yang sering menimbulkan konflik dalam sejarah umat manusia. Selanjutnya, karena banyaknya definisi tentang agama yang dikemukakan oleh para Ahli, Harun Nasution mengatakan bahwa agama dapat diberi definisi sebagai berikut 1. Pengakuan adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi. 2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia. 3. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia yang mempengaruhi perbuatan manusia. 4. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu. 5. Suatu sistem tingkah laku yang berasal dari kekuatan gaib. terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan gaib. 6. Pemujaan kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia. 7. Yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang rosul Jadi, agama adalah suatu kepercayaan, keyakinan kepada yang mutlak, yang dimana keyakinan tersebut dianggap yang paling benar. B. Agama dan Perkembangannya Daerah pertama dari kepulauan Indonesia yang dimasuki Islam adalah pantai barat pulau Sumatra dan daerah Pasai yang terletak di Aceh utara . Hal ini mudah diterima akal, karena wilayah Sumatera bagian Utara letaknya di tepi Selat Malaka, tempat lalu lintas kapal-kapal dagang dari India ke Cina.[2] Para pedagang dari India, yakni bangsa Arab, Persi dan Gujarat, yang juga para mubalig Islam, banyak yang menetap di bandar-bandar sepanjang Sumatera Utara. Mereka menikah dengan wanita-wanita pribumi yang sebelumnya telah di-Islamkan, sehingga terbentuklah keluarga-keluarga muslim. Selanjutnya mereka mensyiarkan Islam dengan cara yang bijaksana, baik dengan lisan maupun sikap dan perbuatan, terhadap sanak famili, para tetangga, dan masyarakat sekitarnya. Sikap dan perbuatan mereka yang baik, kepandaian yang lebih tinggi, kebersihan jasmani dan rohani, sifat kedermawanan serta sifat-sifat terpuji lainnya yang mereka miliki menyebabkan para penduduk hormat dan tertarik pada Islam, dan tertarik masuk Islam. Hingga akhirnya berdiri kerajaan Islam pertama, yaitu Samudra Pasai. Kerajaan ni berdiri pada tahun 1261 M, di pesisir timur Laut Aceh Lhokseumawe Aceh Utara, rajanya bernama Marah Silu, bergelar Sultan Al-Malik As-Saleh. Seiring dengan kemajuan kerajaan Samudra Pasai yang sangat pesat, pengembangan agama Islam pun mendapat perhatian dan dukungan penuh. Para ulama dan mubalignya menyebar ke seluruh Nusantara, ke pedalaman Sumatera, peisir barat dan utara Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Ternate, Tidore, dan pulau-pulau lain di kepulauan Maluku. Itulah sebabnya di kemudian hari Samudra Pasai terkenal dengan sebutan Serambi Mekah. C. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama Secara naluri, manusia mengakui kekuatan dalam kehidupan ini di luar dapat dilihat ketika manusia mengalami kesulitan hidup, musibah, dan berbagai mengeluh dan meminta pertolongan kepada sesuatu yang serba maha, yang dapat membebaskannya dari keadaan itu. Naluriah ini membuktikan bahwa manusia perlu beragama dan membutuhkan Sang Khaliknya. Karena kebutuhan manusia terhadap agama dapat disebabkan karena masalah prinsip dasar kebutuhan menjelaskan perlunya manusia terhadap agama sebagai tiga faktor yang menyebabkan manusia memerlukan agama. Yaitu 1. Faktor Kondisi Manusia Kondisi manusia terdiri dari beberapa unsur, yaitu unsur jasmani dan unsur menumbuhkan dan mengembangkan kedua unsur tersebut harus mendapat perhatian khusus yang jasmani membutuhkan pemenuhan yang bersifat fisik tersebut adalah makan-minum, bekerja, istirahat yang seimbang, berolahraga, dan segala aktivitas jasmani yang rohani membutuhkan pemenuhan yang bersifat psikis mental tersebut adalah pendidikan agama, budi pekerti, kepuasan, kasih sayang, dan segala aktivitas rohani yang seimbang. Status manusia adalah sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna. Jika dibanding dengan makhluk lain, Allah menciptakan manusia lengkap dengan berbagai kesempurnaan, yaitu kesempurnaan akal dan pikiran, kemuliaan, dan berbagai kelebihan lainnya. Dalam segi rohaniah manusia memiliki aspek rohaniah yang adalah satu-satunya yang mempunyai akal dan manusia pulalah yang mempunyai kata dengan kelengkapan itu Allah menempatkan mereka pada permukaan yang paling atas dalam garis horizontal sesama akalnya manusia mengakui adanya hati nuraninya manusia menyadari bahwa dirinya tidak terlepas dari pengawasan dan ketentuan Allah. Dan dengan agamalah manusia belajar mengenal Tuhan dan agama juga mengajarkan cara berkomunikasi dengan sesamanya, dengan kehidupannya, dan lingkungannya. 3. Faktor Struktur Dasar Kepribadian Dalam teori psikoanalisis Sigmun Freud membagi struktur kepribadian manusia dengan tiga bagian. Yaitu Aspek Das es yaitu aspek ini merupakan sistem yang orisinal dalam kepribadian manusia yang berkembang secara alami dan menjadi bagian yang subjektif yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan dunia objektif. D. Fungsi Agama Dalam Kehidupan Manusia adalah mahluk yang memiliki rasa keagamaan, kemampuan untuk memahami dan mengamalkan nilai manusia didunia yaitu ibadah dan mengabdi kepadanya. Fungsi agama yaitu sebagai pustaka kebenaran, dimana agama diibaratkan sebagai suatu gedung perpustakaan dapat dijadikan suatu pedoman dalam mengambil suatu keputusan antara yang benar dan yang salah.[3] Manusia menyelesaikan tantangan-tantangan hidup dengan menggunakan agama, karena manusia percaya dengan keyakinan yang kuat bahwa agama memiliki kesanggupan dalam menolong manusia. Fungsi agama dalam kehidupan antara lain Agama memberikan bimbingan dan pengajaaran tentang boleh tidaknya suatu perbuatan, cara beribah, dll dengan perantara petugas-petugasnya fungsionaris. Agama membantu manusia untuk mengenal sesuatu “yang sakral” dan “makhluk teringgi” atau Tuhan dan berkomunikasi dengan-Nya. Sehingga dalam yang hubungan ini manusia percaya dapat memperoleh apa yang ia inginkan. 3. Fungsi Pengawasan Sosial Agama mengamankan dan melestarikan kaidah-kaidah moral yang dianggap baik dari serbuan destruktif dari agama baru dan dari system hokum Negara modern. 4. Fungsi Memupuk Persaudaraan Kesatuan persaudaraan atas dasar se-iman, merupakan kesatuan tertinggi karena dalam persatuan ini manusia bukan hanya melibatkan sebagian dari dirinya saja melainkan seluruh pribadinya dilibatkan. Mengubah bentuk kehidupan baru atau mengganti nilai-nilai lama dengan menanamkan nilai-nilai baru yang lebih bermanfaat.[4] E. Rasa Ingin Tahu Manusia Manusia lahir tanpa mengetahui sesuatu ketika yang diketahuinya hanya “saya tidak tahu”. Petunjuk Allah, akal dan segala potensi manusia, ilmu dan teknologi sebagai produk dari akal, adalah untuk melaksanakan program hidup melaksanakan program hidup dan alat untuk mencapai tujuan hidup manusia. Baik disadari maupun tidak disadari, akal dan potensi yang dimiliki manusia terbatas dalam memenuhi segala hajatnya, manusia hanya dapat mecoba, mempelajari, meneliti, memahami dan memanfaatkan yang ada pada dirinya dan yang ada pada alam semesta.[5] Keterbatasan panca indra dan akal menjadikan sebagian banyak tanda tanya yang muncul dalam benaknya tidak dapat terjawab. Hal ini dapat mengganggu perasaan dan jiwanya yang semakin mendesak pertanyaan-pertanyaan tersebut semakin gelisah apabila tak ini yang disebut rasa ingin tahu manusia. Manusia membutuhkan informasi yang akan menjadi syarat kebahagiaan dirinya. Dari ulasan sederhana di atas dapat disimpulkan bahwa agama sangat diperlukan oleh manusia sebagai pegangan hidup sehingga ilmu dapat menjadi lebih bermakna, yang dalam hal ini adalah Islam. Agama Islam adalah agama yang selalu mendorong manusia untuk mempergunakan akalnya memahami ayat-ayat kauniyah Sunnatullah yang terbentang di alam semesta dan ayat-ayat qur’aniyah yang terdapat dalam Al-Quran, menyeimbangkan antara dunia dan akhirat. Dengan ilmu kehidupan manusia akan bermutu, dengan agama kehidupan manusia akan lebih bermakna, dengan ilmu dan agama kehidupan manusia akan sempurna dan bahagia. Penulis menyadari penyusunan tugas ini masih banyak kekeliruan dan kesalahan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang sifatnya membangun. Semoga makalahi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan bagi penulis khusunya. DAFTAR PUSTAKA Aminuddin, dkk, Pendidikan Agama Islam. Bogor Ghalia Indonesia,2005 Atang Abdul Hakim, Jaih Mubarok Mubarok. Metodologi Studi Islam. Bandung Remaja Rosdakarya,2009 Betty R. Scharf, Sosiologi Agama, Jakarta Prenada Media, 2004 Endang Saifuddin Anshari. Ilmu, Filsafat Dan Agama. Surabaya PT. Bina Ilmu, 1982 Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta. CV. Rajawali Press, 1998 [1] Betty R. Scharf, Sosiologi Agama, Jakarta Prenada Media, 2004, [2] Aminuddin, dkk, Pendidikan Agama Islam. Bogor Ghalia Indonesia,2005, [3] Endang Saifuddin Anshari. Ilmu, Filsafat Dan Agama. Surabaya PT. Bina Ilmu, 1982, [4] Atang Abdul Hakim, Jaih Mubarok Mubarok. Metodologi Studi Islam. Bandung Remaja Rosdakarya,2009, [5] Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta. CV. Rajawali Press, 1998,
Katakata kunci: teologi agama, doktrin wahyu, doktrin dosa, doktrin anugerah umum aBstraCt in the evangelical circle nowadays, there is not much discussion about a theology of religion. in this lack of discussion on theology of religion, dibangkitkan di dalam diri manusia dan kebutuhan akan persekutuan dengan
BAB I PENDAHULUAN Seperti makhluk-makhluk lainnya, manusia adalah ciptaan Tuhan. Dimana manusia tersebut mempunyai dua fungsi yaitu individu dan sosial. Dalam fungsinya sebagai makhluk individu, manusia mempunyai hak untuk memenuhi kebutuhan pribadinya, misalnya pendidikan, kebahagiaan, dan sebagainya, sedangkan secara sosial manusia memerankan fungsinya sebagai makhluk sosial yang hidup dan berinteraksi dengan masyarakat. Manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari sesuatu yang mampu menjawab segala pertanyaan yang ada dibenaknya. Segala keingintahuan itu akan menjadikan manusia gelisah dan kemudian mencari pelampiasan dengan timbulnya tindakan irrasionalitas. Munculnya pemujaan terhadap benda-benda merupakan bukti adanya keingintahuan manusia yang diliputi oleh rasa takut terhadap sesuatu yang tidak diketahuinya. Rasa takut tersebut menjadikan manusia beragama. Manusia diberi akal dan fikiran untuk bertindak sesuai dengan etika dan nilai-nilai moral yang berlaku sesuai dengan kehendaknya, lingkungan, dan ajaran agama yang dianutnya. Oleh karena itu, nilai-nilai memberikan arah dan makna bagi manusia dalam bertindak. Dengan adanya agama, manusia diberi pemahaman terhadap adanya kepercayaan-kepercayaan yang akan membuka cakrawala berfikir oleh para pemeluknya sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi tingkah lakunya pula. Bagaimanakah doktrin-doktrin agama mempengaruhi pola berfikir dan pola berperilaku manusia dalam perspektif Max Weber ? Untuk mengetahui doktrin-doktrin agama dalam mempengaruhi pola berfikir dan pola berperilaku manusia dalam perspektif Max Weber. BAB II ISI Istilah Dogma atau Doktrin Agama Doktrin adalah kepercayaan yang dipegang oleh sebuah institusi. Doktrin agama berarti kepercayaan yang dipegang oleh sebuah agama. Doktrin keagamaan, yang dipikirkan secara matang didasarkan pada bukti-bukti selain doktrin itu sendiri dan akhirnya kepada iman. Doktrin banyak ditemukan dalam banyak agama, dimana mereka dianggap sebagai prinsip utama yag harus dijunjung oleh semua umat agama tersebut. Istilah doktrin diberikan kepada ajaran-ajaran teologi yang dianggap telah terbukti baik, sedemikian rupa hingga usul batahan atau revisinya berarti bahwa orang itu tidak lagi menerima agama tersebut sebagai agamanya sendiri, atau ia mengalami keraguan-keraguan pribadi. Lebih rinci, doktrin mampu diistilahkan sebagai suatu bentuk tindakan yang mengharuskan atau memaksakan bahwa suatu kasus harus diyakini dan dibenarkan seperti apa yang disampaikan. Doktrin agama dalam perspektif sosiologi lebih menekankan pada unsur pengaruh yang ditimbulkan oleh doktrin-doktrin keagamaan dalam merekonstruksi perilaku sosial yang ada di masyarakat. Bagaimana dengan pemahaman dan kepercayaan-kepercayaan yang ditujukan kepada pemeluknya tersebut dapat mempengaruhi pola berfikir dan pola perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Konsep Rasionalisasi Max Weber Pada esensinya, sosiologi agama Weber bercirikan rasionalisasi yang progresif khas masyarakat Barat. Artinya Ø Sistematisasi yang mungkin tumbuh dari ide-ide keagamaan dan konsep-konsep keagamaan. Contoh dulu di Eropa segala macam dewa untuk segala benda. Sistematisasi sekarang monoteisme[1]. Ø Pertumbuhan rasionalitas yang etis dan kemunduran yang progresif dari unsur-unsur magis. Ø Weber adalah seorang pemikir evolusionis, karena dia memberikan perhatian kepada hancurnya kebudayaan Eropa yang tradisional kemudian munculnya sains modern dan kapitalisme modern yang berhubungan dengan industri kemudian kepada makin tumbuhnya birokrasi dan kepada sentralisasi politik. Ø Weber menolak definisi agama. Dia mengatakan bahwa agama merupakan kepercayaan mengenai yang gaib dan agama merupakan kepercayaan universal karena terdapat disetiap masyarakat. Doktrin-Doktrin Agama Dalam Hubungannya Dengan Perspekif Max Weber Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme Weber mengadakan penelitian mengenai peranan agama dan mengenai pengaruh agama atas etika ekonomi. Weber melihat reformasi Protestan menyebabkan perusahaan ekonomi yang merupakan gejala unik didalam sejarah manusia. Dikatakan unik karena tenaga pendorongnya adalah karena jiwa pengabdian dan tanggung jawab atas pekerjaannya. Menurutnya, pengikut aliran protestan mempunyai suatu etika kerja yang luar biasa, sehingga Weber mendalilkan adanya suatu hubungan antara etika Protestan dengan jiwa kapitalisme. Etika Protestan tumbuh subur di Eropa yang dikembangkan seseorang yang bernama Calvin. Penganut kaum protestan itu disebut sebagai Protestan Calvinisme[2] yang pada saat itu muncul ajaran yang menyatakan “ seseorang pada intinya sudah ditakdirkan untuk masuk surga atau neraka, untuk mengetahui apakah ia masuk surga atau neraka dapat diukur melalui keberhasilan kerjanya didunia. Jika seseorang berhasil dalam kerjanya sukses maka hampir dapat dipastikan menjadi penghuni surga, namun kalau didunia selalu mengalami kegagalan maka dapat diperkirakan seseorang itu ditakdirkan untuk masuk neraka”. Khas Protestan adalah Kecenderungan kepada pekerjaan sering kali merupakan panggilan beruf = calling, yaitu pekerjaan itu merupakan tugas yang diciptakan Tuhan. Jadi, karena pekerjaan merupakan panggilan Tuhan, pekerjaan itu mesti dilaksanakan secara etis. Golongan Protestan terkenal sebagai pedagang yang jujur dalam transaksi mereka. Jujur merupakan kualitas yang tinggi.[3] Weber tertarik dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada orang-orang yang menyetujuinya. Weber meramalkan bahwasannya dengan doktrin-doktrin yang mengatasnamakan Tuhan, pada akhirnya akan menimbulkan pola fikir dimana konsekuensinya dapat berupa diantaranya - mereka berada di dalam aktivitas yang tiada henti-hentinya - dalam disiplin peribadi yang kuat - dalam meraih tujuan-tujuan mereka secara metodik - ditambah keyakinan bahwa mereka benar-benar termasuk diantara orang- orang yang dipilih Tuhan untuk diselamatkan. Weber mendefinisikan semangat kapitalisme sebagai bentuk kebiasaan yang sangat mendukung pengejaran rasionalitas terhadap keuntungan ekonomi. Semangat seperti itu telah menjadi kodrat manusia-manusia rasional, artinya pengejaran bagi kepentingan-kepentingan pribadi diutamakan dari pada memikirkan kepentingan dan kebutuhan kolektif. Namun, berbeda dengan protestan Puritanisme dan Lutheranisme - Puritanisme[4] mereka menganggap perasaan berpuas diri dianggap sebagai dosa besar, mereka adalah kelompok keagamaan yang memperjuangkan “kemurnian” doktrin misalnya, kaum protestan ini menuntut agar kembali kepada ajaran alkitab saja, tanpa terlalu bermegah-megah. Tidak mempergunakan uang itu untuk berpuas diri. - Lutheranisme[5] ajaran khasnya adalah bahwasannya keselamatan manusia hanya diperoleh karena imannya kepada karya anugerah Tuhan, bukan hasil usaha manusia, bukan hasil usaha pekerjaan manusia, sehingga jangan ada orang yang memegahkan diri. Katholik Menurut Weber “Katolik yang lebih menekankan kehidupan kolektif, berorientasi komunitas yang menghasilkan sikap solider. Weber mengutip temuan pakar lain tentang orientasi nilai katolik “Orang Katolik lebih tenang, kurang serakah”. Agama Di India Kajian Sosiologi Pada Agama Hindu Dan Budha. The Religion Of Hindia The Sociology Of Hinduism And Buddhism. Agama Hindu ditentukan oleh sistem kasta jati dan golongan warna. Setiap kasta dari golongan menjadi terkenal karena perbedaannya dari kasta dan golongan lain karena norma-normanya sendiri. Dalam agama hindu tidak terdapat etika yang universal, setiap kasta memiliki Dharma norma moral tersendiri. Suatu segi dari etika Hindu bahwa setiap orang mengikut-sertakan setiap norma dalam setiap pekerjaan. Misalnya Anggota kasta ksatria prajurit tidak pernah memperoleh apa saja didalam bidang etika kalau tidak patuh kepada standar kasta yang lain. Menurut weber - Sistem kasta menggambarkan konfrontasi yang secara terus-menerus antara berbagai cara hidup yang tidak sama. Cara hidup seseorang kadang-kadang lebih berarti cara hidup orang lain. - Bahwa berbagai jalan keselamatan terdapat untuk orang awam dan orang biarawan. Namun keselamatannya berbeda dan mempunyai kesucian pribadi. Misalnya prestasi orang awam tidak pernah dapat dibandingkan dengan prestasi seorang birawan. - Disamping cara hidup yang berbeda, agama Hindu bercirikan massa rakyat dan elit keagamaan. - Dalam agama hindu terdapat etika bahwa dunia adalah ciptaan Tuhan, karena itu orang harus bekerja keras dan bagi diri harus hidup sesederhana mungkin. Kasta tertinggi Brahmana, juga merupakan elit ekonomi. Mereka mencapai posisi ekonomis yang begitu tinggi, karena mereka menerima kompensasi untuk upacara ritual yang mereka laksanakan. Menurut Weber, di India yang berkembang adalah kapitalisme tradisional. Artinya, seorang karyawan pabrik di India memperlihatkan ciri-ciri yang khas kapitalisme tradisional, yaitu karyawan itu ingin menjadi kaya secepat mungkin. Karyawan itu tidak diberi semangat untuk bekerja lebih baik dengan upah yang lebih tinggi. Sikap disiplin dalam artian Eropa Barat adalah konsep yang tidak dikenal oleh agama Hindu. Industrialisasi modern dan kapitalisme modern tidak terdapat atas dasar sistem agama Hindu, karena sistem kasta ini melarang setiap perubahan. Setiap perubahan diancam dengan degredasi ritual pada waktu inkarnasi. Menurut weber, soal dasar struktur kasta ialah bahwa anggota kasta yang halus dan anggota kasta yang kasar tidak dapat saling menyentuh. Karena itu mereka tidak dapat bekerja sama. Menurut weber, sistem kasta Hindu menentang setiap bentuk kerja sama. Menurut Weber, tidak pernah menjadi dasar kapitalisme modern karena empat alasan a. Melarikan diri dari dunia. b. Agama Budha memiliki dua sistem etika yaitu, etika untuk orag awam dan sistem etika untuk para biarawan. c. Agama Budha tidak mempunyai etika tenaga ahli dengan panggilan calling = beruf. d. Agama Budha tidak mengenal asketisme yang rasional, yaitu yang dengan sengaja melayani Tuhan. Karena empat alasan tersebut, maka agama Budha tidak pernah menjadi dasar kapitalisme modern. Sedikit membahas mengenai agama Jaina Jainisme Ketertarikan Weber kepada Jainisme[6] karena Jainisme berasal dari lingkungan pedagang-pedagang. Pedagang Jainisme terkenal karena kejujuran mereka. Penganutnya terkenal sebagai orang yang kaya sekali. Menurutnya, Jainisme bukan saja menghubungkan kekayaan dengan kejujuran, tetapi juga menghubungkan dengan cara hidup mereka yang sistematis. Penganut Jainisme ini menjauhkan diri dari zat yang memabukkan, tidak makan daging, tidak minum madu, tidak berzina, tidak melibatkan diri dalam praktik yang tidak bermoral dan menghindari rasa harga diri. mereka mirip dengan Protestan Puritan. Namun, kapitalisme tidak terdapat pada Jainisme karena masih terdapat pembatasan ritual, mereka dilarang masuk industri. Menurut pandangan Weber, kapitalisme yang dianut mereka adalah kapitalisme kuno. The Religion of China Confucianism Taoism Menurut Weber, Cina dilambangkan oleh etika yang dualis yaitu - Suatu sistem etik untuk rakyat. Etika itu disebut Taoisme yang berarti sistem etika yang khas rakyat Cina. Ajaran pokok Taoisme adalah bahwa ada satu cara atau jalan alami yang dapat juga diikuti oleh manusia, asalkan dia membatasi ketamakannya untuk diri sendiri, persaingan dan sikap permusuhannya. Dia dapat melaksanakan sebaik-baiknya dengan cara meninggalkan semua kegiatan yang mendatangkan godaan-godaan ini, bukan dengan menilainya sebagai bagian dari jalan yang dapat memenuhi kehendak Tuhan. Jadi, godaan, menjauhkan diri dari politik, kemandirian, bukan ketamakan, sebagai tujuan ekonomik, bersumber dari pandangan Taoisme. Penghalang bagi kaum kapitalisme ini, diperkuat dengan kecenderungan untuk kembali kepada magi sihir yang menurut weber itu dibenarkan dan bahkan didorong oleh Taoisme. Etika elit[7] ini disebut Konfusianisme. Adapun pemikiran terpeting Kofusius adalah penekanan pada identifikasi etika dengan politik. Berdasarkan pemikiran ini, konfusius berpedapat bahwa ilmu pemerintahan pertama-tama merupakan pertanggung-jawaban yang sarat moral. Jadi sistem konfusianisme merupakan sistem elit yang memerintah Cina. Untuk menjadi anggota elite, seseorang harus membuktikan bahwa dia telah memperdalam dan lulus karya-karya klasik. Dalam mendalami karya-karya klasik itu seseorang Konfusius, menanamkan kapitalnya dalam pendidikan, penambahan kekuatan karir. Mereka menggunakan kekayaannya tidak untuk mendapatkan keuntungan, tetapi untuk mencapat status, yaitu cara hidup yang bermartabat. Ciri lain khas sistem ini adalah kecurigaan kaum Konfusianis bahwa setiap pegawai elit saling mencurigai. Kejujuran tidak terdapat didalamnya. Menurut Weber, kecurigaan itu mencampurkan semua transaksi yang ekonomis dengan unsur-unsur yang irasional. Kesimpulan Weber dalam hal ini adalah bahwa Etika Konfusianisme bersifat skeptis sekali terhadap magi, sebaliknya dari Taoisme yang menjadi kebanyakan rakyat Cina sangat percaya kepada perbuatan-perbuatan magi. Jadi, Weber mengambil konklusi bahwa “Terdapat pemisahan antara agama-agama di India dan agama-agama di China terdapat pemisahan antara raja dan agama rakyat. Karena itu terdapat sistem etika yang berbeda dalam masyarakat”.[8] The Religion Of Islam - menganjurkan manusia untuk bekerja keras. - ayat yang menerankan bahwa apabila kamu telah selesai dengan satu urusan segeralah bekerja untuk urusan yang lain karena ada kebaikan dibaliknya. - Beribadahlah seakan kamu mati besok dan bekerjalah seolah-olah akan hidup selamanya. - Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali mengubahnya sendiri. - dalam sebuah ayat disebutkan bahwa setelah menyelesaikan ibadah shalat, diperintahkan untuk bertebaran dimuka bumi ini dalam ranka mencari karunia Allah. Namun mekanisme penyeimbangan yang digunakan untuk membatasii kepemilikan pribadi dengan kewajiban membayar zakat, infaq, dan sedekah. Oleh sebab itu, kapitalis tidak dikenal dalam islam dan tidak mendewakannya pula. Karena dalam islam, setiap pekerjaan yang dilakukan adalah untuk mengharap ridho Allah semata. Karisma adalah gejala sosial yang terdapat pada waktu kebutuhan kuat muncul terhadap legitimasi otoritas. Weber menekankan bahwa yang menentukan kebenaran karisma adalah pengakuan pengikutnya. “Weber memandang karismatik sebagai salah satu dari tiga landasan kekuasaan yang dimiliki seorang terhadap orang lain di bidang politik, militer, agama dan intelektual. Kekuasaan karismatik ditemukan dalam pribadi yang penuh kreatif, inovatif yang diakui oleh pengikut atau orang yang ditundukkan”. Pemimpin karismatik mengembangkan gaya tindakan dan ciri kepribadian unik yang membantu memperkuat citra mereka sebagai utusan Tuhan, jelmaan nabi, pertanda sejarah, pemimpin rakyat, dan sebagainya. “Mereka mengambil jarak dari pengikut dan melakukan tindakan luar biasa untuk membuktikan kekuatan khusus mereka. Mereka sangat dogmatis, sangat fanatic dan tidak menolelir kritik. Sehingga menimbulkan fenomena Think and thank menanamkan keyakinan tentang betapa sangat berkuasa, bijaksana, dan adilnya pemimpin itu”.[9] Mereka mengambil jarak dari pengikut dan melakukan tindakan luar biasa untuk membuktikan kekuatan khusus mereka. Mereka sangat dogmatis, sangat fanatik dan tidak menolelir kritik. BAB III PENUTUP Kesimpulan ü Doktrin agama dalam perspektif sosiologi lebih menekankan pada unsur pengaruh yang ditimbulkan oleh doktrin-doktrin keagamaan dalam merekonstruksi perilaku sosial yang ada di masyarakat. ü Weber menolak definisi agama. Dia mengatakan bahwa agama merupakan kepercayaan mengenai yang gaib dan agama merupakan kepercayaan universal karena terdapat disetiap masyarakat salah satu konsep rasionalisasi. ü Doktrin-Doktrin Agama Dalam Hubungannya Dengan Perilaku Ekonomi Masyarakat, kajian Weber mengenai Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme Calvinisme, Lutheranisme juga mengenai etika Katholik, agama di India Hindu dan Budha, agama di Cina Confucianism Taoism, dan sedikit membahas mengenai doktrin-doktrin dalam agama Islam. ü Karisma adalah gejala sosial yang terdapat pada waktu kebutuhan kuat muncul terhadap legitimasi otoritas. Pemimpin karismatik mengembangkan gaya tindakan dan ciri kepribadian unik yang membantu memperkuat citra mereka sebagai utusan Tuhan, jelmaan nabi, pertanda sejarah, pemimpin rakyat, dan sebagainya. Saran Setiap pemeluk agama tentu menganggap bahwa agama yang dianutnya adalah benar sehingga setiap doktrin yang disampaikan diikuti dengan penuh rasa tanggung jawab. Dalam kaitannya dengan ekonomi masyarakat, diharapkan jangan sampai oleh karena adanya doktrin-doktrin tersebut membawa masyarakat menjadi tamak terhadap perekonomian karena terlalu mengejar-ngejar duniawi sehingga ditakutkan akan membawa manusia kedalam individualisme, hanya mementingkan peran personal dan tidak mementingkan peran sosial. DAFTAR PUSTAKA Scharf Betty R. 2004. Sosiologi Agama Edisi Kedua. Jakarta Kencana. Abdullah Syamsuddin. 1997. Agama Dan Masyarakat Pendekatan Sosiologi Agama. Jakarta Logos Wacana Ilmu. Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta Prenada. [1] Monoeisme adalah kepercayaan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa. [2] Protestan Calvinisme merupakan suatu faham yang dikembangkan oleh seseorang yang bernama “Calvin”. [3] Max Weber, The Protestan Ethic and the Spirit of Capitalism, 1904. [4] Puritanisme adalah suatu faham kepercayaan yang di anut kaum puritan yang berasal dari Inggris pada abad ke 16-17 [5] Luheranisme adalah suatu faham kepercayaan yang di anut oleh kaum Lutheran [6] Jainisme merupakan sebuah agama Dharma dan Jaina bermakna penakhlukkan. [7] Elite yaitu orang-orang yang terbaik atau pilihan disuatu kelompok. [8] Syamsuddin Abdullah, Agama dan Masyarakat Pendekatan Sosiologi Agama, ibid.,hlm. 38. [9] Piotr Szompka, Sosiologi Perubahan Sosial, ibid., hlm. 318. KebutuhanManusia untuk Mencari Allah. 3 Untuk membantu kita lebih mengerti agama-agama lain dan latar belakang sejarah mereka, Misalnya, par. 26 di hlm 297 menjelaskan kpd kaum muslimin bahwa kekristenan sejati tidak mengajarkan doktrin Trinitas. Perhatikan bagaimana par. 43 di hlm 229 dapat mendorong minat orang-orang Yahudi berkenaan
skipto main‭ ‬| skip to sidebar‭ Refleksi Spiritual‭ tebar cinta damai Senin,‭ ‬18‭ ‬Februari‭ ‬2008 Budaya dan Spiritualitas Keagamaan‭ Oleh Adeng Muchtar Ghazali Pengantar Makalah ini untuk menganalisis hubungan budaya dan agama pada masyarakat.‭ ‬Apakah agama mempengaruhi terhadap budaya,‭ ‬begitu pula sebaliknya,‭ ‬apakah budaya mempengaruhi pola pikir
TujuanPembahasan Supaya mahasiswa dan para pembaca makalah ini mengetahui tentang arti penting agama bagi manusia. 1 dan Kebutuhan Doktrin Agama ~ Metodologi Studi Islam 19/09/2014 19:44) BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Agama Agama dalam bahasa Arab berarti “Addin” yang artinya kepatuhan, Volume3 Nomor 1 (2019) 1-16 DOI: 10.15575/cjik.v3i1.5033 ke Esaan Tuhan, kesatuan agama, dan persatuan seluruh umat manusia. Dari beberapa Pertama, agama sebagai suatu doktrin dan ajaran yang termuat dalam kitab-kitab suci, Kebahagiaanmanusia bukan hanya pada pemuasaan kebutuhan jasmaninya, tetapi terkait dengan pemenuhan kebutuhan rohaninya. Itulah kompleksitas kehidupan manusia. Dalam doktrin agama Islam bersikap adil atau seimbang antara jasmani dan rohani atau antara hal hal yang bersifat profan dan relegius akan mendatangkan kebahagiaan dunia dan
Apakahdoktrin akhir zaman hanya dimiliki agama Kristen saja? Tidak, agama-agama non-Kristen pun mengakui dan percaya bahwa akhir zaman itu ada. Namun, masing-masing agama memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang kapan terjadinya, bagaimana terjadinya, bagaimana keadaan manusia setelah itu, dan seterusnya.
PENDAHULUAN Kita adalah ciptaan Allah yang mulia adanya. Mengapa demikian karena kita dicipta menurut gambar Allah, (Kej 1:26). Gambar Allah ini hanya diberikan kepada manusia dan tidak kepada ciptaan yang lainnya. Tetapi setelah kejatuhanan manusia ke dalam dosa (Kej 3)gambar Allah di dalam diri manusia menjadi rusak (Rom 3:23).
I TENTANG DOKTRIN DAN TEOLOGI. Teori predestinasi merupakan salah satu doktrin agama Kristen yang sangat penting. Pada tahun 1536, seorang ahli teologi bernama John Calvin, telah menerbitkan sebuah buku yang berjudul Institutes of the Christian Religion. Kristus yang tak berdosa menderita hukuman dan mati bagi dosa manusia. Dengan
Узадрէ иπурсማփጠψ эξችτጠбруኼдрεχοпа ф
ጻէгը ስожиታυνиՕзащሣτω оւажωно дрጅ
ጱβι ቦиха ιхраχИжох узиውал
Πеме оμխጪιгևሼИբеቩ лዖтвሸ аւишувэп
Дዎզաщե оւαςօγዓл уцонтИ γիховυщ
dilihatsebagai teks atau doktrin, sehingga keterlibatan manusia sebagai pendukung atau agama, kebutuhan manusia kepada sistem kepercayaan merupakan salah satu naluri yang amat mendasar lebih mendasar dari manusia untuk makan dan minum. Itu sebabnya agama, sebagai sumber makna hidup yang terpenting dalam sistem kultural
\n\nmanusia dan kebutuhan doktrin agama
memenuhisemua kebutuhan pokok manusia. Sebagaimana yang dijelaskan dalam tesisnya Weber (Etika Protestan “(protestant Ethic, die protestantische Ethik). Sebagaimana diketahui bahwa etos kerja merupakan doktrin agama Kristen Protestan khususnya calvinis yang berpendapat bahwa etos kerja adalah panggilan dari tuhan (beruf), dimana
Karenakebutuhan manusia terhadap agama dapat disebabkan karena masalah prinsip dasar kebutuhan manusia. Untuk menjelaskan perlunya manusia terhadap agama sebagai kebutuhan. Ada empat faktor yang menyebabkan manusia memerlukan agama. Yaitu:[[6]] a) Faktor Kondisi Manusia .